Backpacker to Borneo Island - Taman Nasional Tanjung puting selama ini hanya dikenal sebagai lokasi untuk melihat Orangutan di Kalimantan alias Borneo, lebih tepatnya lokasi untuk melihat Orangutan berada di Kalimantan Tengah. Tenyata Taman Nasional lain yang selama ini belum dilirik oleh wisatawann dalam dan luar negeri sebagai tujuan lokasi wisata Orangutan juga memiliki potensi yang sangat besar.
Taman Nasional tersebut bernama "Sebangau", hanya berjarak 20 menit perjalanan dari bandara Cilik Riwut Palangkaraya kita sudah sampai di dermaga Kereng Bangkirai yang menjadi pintu masuk menuju taman Nasional Sebangau. Di kala senja atau sore hari, dermaga Kereng bangkirai selalu diramaikan oleh warga sekitar yang ingin bersantai atau mandi di air hitam sambil menikmati sunset. Diperkirakan sekitar 6.500 hingga 9.000 populasi Orangutan liar tersebar di wilayah hampir sebesar Jakarta - ibu kota indonesia yang di dominasi oleh hutan gambut ini.
Selama perjalan dapat di temui Nipah yang telah habis terbakar dan hanya meninggalkan ranting yang gosong.
Perjalan kali ini dalam rangka survey untuk pegembangan eko wisata yang sedang dirintis oleh pihak taman nasional.
Begitu tiba di pusat informasi wisata yang terletak tepat di pelabuhan, kita segera mempersiapan diri untuk memasuki kawasan taman nasional, life jaket dan air mineral sudah siap di dalam longboat yang akan kita pakai menjelajahi keindahan hutan rawa gambut ini.
Longboat berbahan fibreglass melaju pelan di atas air yang berwarna merah kehitaman seperti teh, sesekali kita harus merunduk ketika melewati “terowongan” nipah. Ya, salah satu sensasi ketika datang ke Taman Nasional Sebangau adalah naik speedboat diantara hutan nipah yang tumbuh mengelompok tak beraturan bak labirin. Bagi saya yang pertama kalinya datang ke sini sudah pasti saya akan lupa di mana saja jalur yang barusan kita lewati, semua terlihat sama.
Di beberapa bagian tampak bekas kebakaran hutan yang terjadi tahun lalu ketika kemarau panjang melanda Kalimantan. Ranger yang mendampingi kami mengatakan bahwa manusialah penyebab utama kebakaran hutan yang terjadi di sini, sebagian olah para pemburu yang lupa mematikan api unggunnya sebagian lagi oleh para nelayan yang memang sengaja membakar untuk membuka jalur bagi ikan, dan apinya menyebar menjadi tak terkendali.
Beberapa saat sebelum memasuki jalur untuk trekking, perbatasan hutan rawa gambut dan hutan nipah mulai terlihat dipisahkan oleh Sungai Koran yang memjadi pembatan kawasan taman nasional. Beberapa monyet tampak santai dan tidak terganggu dengan kehadiran kami, bahkan ada yang sedang saling mencari kutu dengan temannya.
Akhirnya kami tiba di sebuah pondok yang dibangun oleh WWF, namun katanya akan segera diserah terimakan kembali kepada pihak taman nasional karena dari WWF sudah tidak ada kegiatan di daerah ini. Di samping pondok tampak berdiri sebuah menara pandang, walau tidak terlalu tinggi namun cukup untuk memandang keadaan sekelilig, paling pas kayaknya buat liat sunrise dan sunset. Fasilitas juga cukup lengkap di pondok yang bias digunakan untuk menginap para wisatawan ini.
Setelah puas di pondok pos Sungai Koran kita kembali untuk survey jalur trekking, debit air yang tinggi membuat membuat jalur terendam air, kita mencoba untuk masuk menggunakan longboat secara perlahan-lahan. Ketika semua sedang asik ngobrol tiba-tiba terlihat seekor ular berwarna hijau sedang bertengger tak jauh dari longboat, salah satu teman yang duduk paling depan tampak pucat karena ular itu hanya berjarak sekitar 1 meter darinya. Akhirnya karena trauma ular akhirnya kita sepakat membatalkan masuk di jalur ini.
Karena ada beberapa jalur yang biasa di pakai untuk trekking backpacker akhirnya kita mencoba jalur lain, ternyata dari sini kita juga harus terlebih dahulu terjun ke dalam air, namun tidak terlalu jauh berjalan di dalam air seperti jalur sebelumnya. Setelah sekitar 50 meter jalan akhirnya kering, walaupun tidak sepenuhnya kering karena sebenarnya banyak pasir yang terkandung di bawah lahan gambut ini. Trekking pun dilakukan hanya sebentar karena memang tidak ada niatan untuk masuk lebih jauh, cuma sekedar hanya ingin tahu saja.
Kali kedua saya kembali ke Taman Nasional Sebangau dengan tamu, kita menyusuri sungai kecil yang hanya selebar satu setengah meter. Sensasi petualangannya lebih berasa karena kita seperti melalalui terowongan, beberapa kali kita harus merunduk mensejajarkan diri dengan longboat agak tidak terantuk dahan yang rendah.
Menurut kepala balai, kedepannya akan di bangun jembatan kayu untuk memudahkan trekking sehingga wisatawan yang datang tidak harus berjalan di dalam air yang kadang terasa mengerikan karena berwarna kehitaman dan kita tidak bisa melihat dasarnya. Jalur trekking juga sedang dipersiapkan melewati wilayah yang menjadi habitat orang-utan, camping ground juga sedang disiapkan bagi yang ingin bermalam di hutan.
Semoga, kedepannya Taman Nasional Sebangau yang terletak tak jauh dari ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah menjadi destinasi wisata baru bagi wisatawan dalam negeri maupun dari luar negeri untuk menikmati keindahan alam yang masih hijau dan asri di Kalimantan.
Semoga setelah anda membaca tulisan di atas anda semakin peduli dan sayang dengan keasrian dan kealamian hutan yang berada di kalimantan. Sayangilah hutan beserta seluruh makhluk hidup yang ada didalamnya. Enjoy Backpackers to Borneo
Taman Nasional tersebut bernama "Sebangau", hanya berjarak 20 menit perjalanan dari bandara Cilik Riwut Palangkaraya kita sudah sampai di dermaga Kereng Bangkirai yang menjadi pintu masuk menuju taman Nasional Sebangau. Di kala senja atau sore hari, dermaga Kereng bangkirai selalu diramaikan oleh warga sekitar yang ingin bersantai atau mandi di air hitam sambil menikmati sunset. Diperkirakan sekitar 6.500 hingga 9.000 populasi Orangutan liar tersebar di wilayah hampir sebesar Jakarta - ibu kota indonesia yang di dominasi oleh hutan gambut ini.
Selama perjalan dapat di temui Nipah yang telah habis terbakar dan hanya meninggalkan ranting yang gosong.
Perjalan kali ini dalam rangka survey untuk pegembangan eko wisata yang sedang dirintis oleh pihak taman nasional.
Begitu tiba di pusat informasi wisata yang terletak tepat di pelabuhan, kita segera mempersiapan diri untuk memasuki kawasan taman nasional, life jaket dan air mineral sudah siap di dalam longboat yang akan kita pakai menjelajahi keindahan hutan rawa gambut ini.
Longboat berbahan fibreglass melaju pelan di atas air yang berwarna merah kehitaman seperti teh, sesekali kita harus merunduk ketika melewati “terowongan” nipah. Ya, salah satu sensasi ketika datang ke Taman Nasional Sebangau adalah naik speedboat diantara hutan nipah yang tumbuh mengelompok tak beraturan bak labirin. Bagi saya yang pertama kalinya datang ke sini sudah pasti saya akan lupa di mana saja jalur yang barusan kita lewati, semua terlihat sama.
Di beberapa bagian tampak bekas kebakaran hutan yang terjadi tahun lalu ketika kemarau panjang melanda Kalimantan. Ranger yang mendampingi kami mengatakan bahwa manusialah penyebab utama kebakaran hutan yang terjadi di sini, sebagian olah para pemburu yang lupa mematikan api unggunnya sebagian lagi oleh para nelayan yang memang sengaja membakar untuk membuka jalur bagi ikan, dan apinya menyebar menjadi tak terkendali.
Beberapa saat sebelum memasuki jalur untuk trekking, perbatasan hutan rawa gambut dan hutan nipah mulai terlihat dipisahkan oleh Sungai Koran yang memjadi pembatan kawasan taman nasional. Beberapa monyet tampak santai dan tidak terganggu dengan kehadiran kami, bahkan ada yang sedang saling mencari kutu dengan temannya.
Akhirnya kami tiba di sebuah pondok yang dibangun oleh WWF, namun katanya akan segera diserah terimakan kembali kepada pihak taman nasional karena dari WWF sudah tidak ada kegiatan di daerah ini. Di samping pondok tampak berdiri sebuah menara pandang, walau tidak terlalu tinggi namun cukup untuk memandang keadaan sekelilig, paling pas kayaknya buat liat sunrise dan sunset. Fasilitas juga cukup lengkap di pondok yang bias digunakan untuk menginap para wisatawan ini.
Setelah puas di pondok pos Sungai Koran kita kembali untuk survey jalur trekking, debit air yang tinggi membuat membuat jalur terendam air, kita mencoba untuk masuk menggunakan longboat secara perlahan-lahan. Ketika semua sedang asik ngobrol tiba-tiba terlihat seekor ular berwarna hijau sedang bertengger tak jauh dari longboat, salah satu teman yang duduk paling depan tampak pucat karena ular itu hanya berjarak sekitar 1 meter darinya. Akhirnya karena trauma ular akhirnya kita sepakat membatalkan masuk di jalur ini.
Karena ada beberapa jalur yang biasa di pakai untuk trekking backpacker akhirnya kita mencoba jalur lain, ternyata dari sini kita juga harus terlebih dahulu terjun ke dalam air, namun tidak terlalu jauh berjalan di dalam air seperti jalur sebelumnya. Setelah sekitar 50 meter jalan akhirnya kering, walaupun tidak sepenuhnya kering karena sebenarnya banyak pasir yang terkandung di bawah lahan gambut ini. Trekking pun dilakukan hanya sebentar karena memang tidak ada niatan untuk masuk lebih jauh, cuma sekedar hanya ingin tahu saja.
Kali kedua saya kembali ke Taman Nasional Sebangau dengan tamu, kita menyusuri sungai kecil yang hanya selebar satu setengah meter. Sensasi petualangannya lebih berasa karena kita seperti melalalui terowongan, beberapa kali kita harus merunduk mensejajarkan diri dengan longboat agak tidak terantuk dahan yang rendah.
Menurut kepala balai, kedepannya akan di bangun jembatan kayu untuk memudahkan trekking sehingga wisatawan yang datang tidak harus berjalan di dalam air yang kadang terasa mengerikan karena berwarna kehitaman dan kita tidak bisa melihat dasarnya. Jalur trekking juga sedang dipersiapkan melewati wilayah yang menjadi habitat orang-utan, camping ground juga sedang disiapkan bagi yang ingin bermalam di hutan.
Semoga, kedepannya Taman Nasional Sebangau yang terletak tak jauh dari ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah menjadi destinasi wisata baru bagi wisatawan dalam negeri maupun dari luar negeri untuk menikmati keindahan alam yang masih hijau dan asri di Kalimantan.
Semoga setelah anda membaca tulisan di atas anda semakin peduli dan sayang dengan keasrian dan kealamian hutan yang berada di kalimantan. Sayangilah hutan beserta seluruh makhluk hidup yang ada didalamnya. Enjoy Backpackers to Borneo
0 Response to "Backpacker to Kalimantan a.k.a Borneo"
Posting Komentar